Minggu, 02 Juni 2013

Inovasi Produk Syariah

Inovasi Produk Syariah
Faizi;  Kandidat Doktor Keuangan dan Perbankan Islam di Universitas Utara Malaysia
REPUBLIKA, 29 Mei 2013



Pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia per Oktober 2012 (yoy) cukup mengembirakan. Perbankan syariah mampu tumbuh kurang lebih 73 persen sehingga total asetnya mencapai Rp 174,09 triliun. Pembiayaan telah mencapai Rp 135,58 triliun (40,06 persen, yoy) dan penghimpunan dana menjadi Rp 134,45 triliun (35,06 persen).

Selain itu, perkembangan kelembagaan, khususnya Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) sampai dengan Oktober 2012 tidak mengalami perubahan, namun jumlah jaringan kantor meningkat. Dibandingkan bank konvensional, aset bank syariah masih jauh tertinggal. Aset perbankan syariah pada akhir 2012 mencapai Rp 174,09 triliun atau sekitar 4,3 persen dari total perbankan nasional.

Jumlah tersebut sebenarnya terhitung kecil, mengingat mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim. Jumlah aset yang kecil dibandingkan bank konvensional tidak terlepas dari posisinya sebagai produk baru di mata masyarakat perbankan Indonesia, serta relatif lambatnya inovasi produk yang ditawarkan.

Kondisi keuangan syariah secara global tidak kalah menggembirakan. Merujuk pada catatan yang dikeluarkan The Banker dan Maris Strategis, total pertumbuhan aset keuangan syariah mencapai 850 miliar dolar AS pada 2011 dan diproyeksikan terus mengalami pertumbuhan pesat pada masa berikutnya.

Malaysia dan Indonesia diyakini memiliki potensi bisnis yang sangat menjanjikan untuk kawasan Asia Tenggara, yang sudah mulai bergerak pada tahap pengembangan segala bidang. Pasar Malaysia dan Asia Timur memperlihatkan harapan dan impian besar pada masa yang akan datang, mengingat kesiapan dan keseriusan penguatan infrastruktur kelembagaan dan interpretasi syariah yang lebih liberal dibandingkan dengan Timur Tengah (Banker, 2007).

Salah satu tantangan terbesar pengembangan sektor perbankan syariah di Indonesia terletak pada inovasi produk dan jasa yang ditawarkan.Terbatasnya produk dan jasa bank syariah ini berdampak luas pada upaya menumbuhkembangkan industri berbasis syariah ini, terutama dalam menggarap peluang bisnis yang masih terbuka lebar di depan mata (Agustianto, 2010).

Bahkan, menurut Deputi Gubernur Bank Indonesia Halim Alamsyah, efek domino terbatasnya inovasi produk tersebut memaksa konsumen berpikir ulang untuk berpindah pilihan pada produk yang ditawarkan bank konvensional. Selama ini, produk dan jasa yang ditawarkan perbankan syariah di Indonesia sangat sederhana dan lambat. Hanya fokus pada produk-produk standar, seperti tabungan, deposito, selebihnya belum tergarap dengan sempurna, terutama produk dan layanan yang bersifat pembiayaan.

Bank Indonesia juga menilai bahwa 70 persen fasilitas produk perbankan kurang inovatif, sehingga belum menopang pertumbuhan aset karena tidak menyentuh kebutuhan semua lini dunia usaha. Padahal, tidak dapat dibantah, bahwa dalam bisnis perbankan syariah terdapat hubungan yang kuat antara inovasi produk dan pengembangan pasar bank syariah. Artinya, semakin inovatif bank syariah membuat produk, semakin cepat pula pasar berkembang. Begitupun sebaliknya.

Pada prinsipnya, perbankan syariah tidak jauh berbeda dengan perbankan konvensional, terutama pada fungsi intermediasi keuangan. Hanya, perbankan syariah beroperasi berdasarkan petunjuk dan nilai-nilai dasar yang berdasarkan syariah sebagaimana dijelaskan dalam Alquran dan Sunnah. Misalnya, bagi hasil (profit and loss sharing), titipan (wadiah), usaha patungan (joint venture), biaya tambahan (cost plus), sewa (ijarah), dan larangan riba (interest). Maka, pengembangan dan inovasi produk dan jasa pada lembaga keuangan serta perbankan syariah mestinya mengikuti logika prinsip syariah dan memenuhi unsur kebutuhan dan permintaan pasar.

Dalam jangka panjang, upaya inovasi ini akan menghasilkan pilar pembeda utama persaingan pada hampir semua lembaga keuangan syariah, mengingat besarnya permintaan terhadap kualitas layanan, yang pada gilirannya memerlukan investasi besar pengembangan sumber daya manusia. Pada pasar perbankan konvensional, terutama di Amerika dan Eropa, inovasi produk selalu mengikuti tren perkembangan teknologi.

Pun demikian dengan perbankan syariah, inovasi harus dilakukan dengan memanfatkan kekuatan teknologi. Keuangan dan perbankan syariah memiliki pengalaman pertumbuhan aset yang pesat. Namun demikian, integrasi pasar keuangan syariah sepatutnya menjadi pijakan utama perbankan syariah. Alhasil, proyek inovasi yang berhasil selalu memiliki beberapa ciri umum.

Inovasi tersebut lebih bermanfaat bagi pengguna dan memungkinkan pengguna untuk mempertahankan berbagai kepercayaan atau praktik yang mereka hargai.

Inovasi tersebut juga membuka peluang menuju kemungkinan bisnis dan kepercayaan yang lebih besar lagi (Frank E. Vogel, 2007). Maka, inovasi sesungguhnya bukanlah tujuan utama. Lebih dari itu adalah upaya untuk memaksimalkan potensi sumber daya internal di satu sisi dan mengeksplorasi peluang enternal untuk kepentingan stakeholders di sisi yang lain, yang tentu saja senapas dengan prinsip dan nilai-nilai Islam.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar