Selasa, 11 Juni 2013

Parpol Muka Tembok

Parpol Muka Tembok
Bambang Arianto ;   Peneliti Politik Bulaksumur 
Empat Research dan Consulting (BERC) Yogyakarta
OKEZONE, 10 Juni 2013
 
 
 
RITUAL polemik kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) kerap kali terjadi dan selalu menjadi perdebatan menarik dibanyak kalangan. Bukan kali ini saja polemik BBM menjadi perseteruan antar partai politik, bahkan ketika kebijakan ini di gelar medio 2012 lalu juga menyulut perseteruan antar partai politik, karena parpol lah yang menjadi peran utama dalam sengkarut soal BBM. Kala itu Partai Golkar memainkan kuda troya nya walau alhasil partai ini pun mendulang banyak pro dan kontra dari anggota parpol koalisi.

Bahkan kala itu pergerakan antar wacana mengenai perlu tidaknya mengurangi subsidi BBM terasa hilang ditelan manuver politik yang diambil oleh partai politik yang bertikai. Kali ini politik BBM lagi-lagi disuguhi oleh akrobat politik dari parpol anggota koalisi. Alih-alih menjadi sebagai icon representasi rakyat tapi malah yang ditampilkan adalah jurus politik yang bukan lagi didasari oleh argumentasi kenaikan BBM yang lebih cerdas dan akal sehat namun politik zig-zag.

Nyaris politik BBM kali ini dijadikan ajang pencitraan dan saling jegal demi logika elektoral semata. Bahkan parpol yang selama ini selalu dekat memperjuangkan kepentingan rakyat lupa dan bahkan tidak lebih dari hanya berkutat mengutamakan nasib parpolnya. Bahkan ada parpol yang berani bermuka dua dalam menyikapi politik BBM. Disatu sisi pro dengan kepentingan pemerintah tapi disisi lain mencoba menjadi pahlawan kesiangan. Sungguh ironis sepak terjang parpol disaat krisis kepercayaan publik terhadap parpol semakin menurun, masih saja ada parpol yang berani memainkan langkah tipu-tipu politik demi menyelamatkan segelintir egoisme politiknya.

Manuver PKS

Politik BBM kali ini menampilkan langkah kuda Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dibawa bayang-bayang parpol koalisi. Sengkarut PKS soal suap daging impor yang belum jelas berakhirnya, menjadikan partai ini mencoba membuat sebuah gebrakan maut guna mendongkrak elektoral. Perlawanan PKS dengan menolak mentah-mentah kesepakatan Setkretariat Gabungan (Setgab) koalisi yang dimotori oleh Demokrat menjadikan politik BBM tidak sepi dari kisruh manuver politik. PKS sendiri dikenal menjadi partai pemerintah dengan mendapat hibah tiga menteri di jajaran pemerintahan saat ini.

Tapi disayangkan dimana PKS malah berseteru dengan kebijakan pemerintah dengan tegas menolak kenaikan BBM. Dengan atas nama rakyat PKS pun mengklaim kebijakan ini akan dapat membuat rakyat semakin terjepit. PKS pun mengambil langkah ini demi mencari perhatian publik ditengah merosotnya citra PKS dimata publik dengan lebih mengutama kepentingan rakyat. Sayangnya langkah PKS inipun mengundang pro kontra dikalangan partai koalisi dan publik pun menggugat PKS sebagai parpol yang tidak konsisten dan cenderung plin plan.

Kebijakan DPP PKS cukup menarik dicermari dikala publik banyak yang menolak kenaikan BBM ini PKS mencoba mengelontorkan isu resmi penolakan kebijakan pemerintah dengan diikuti oleh aksi iklan grafiti melalui ribuan spanduk yang tersebar seantero Indonesia. Sebuah harapan mencari simpati publik ditengah kasus suap impor daging yang sedang melilit PKS, ibarat menyelam minum susu. Namun PKS pun terjebak dengan manuvernya sendiri ketika Menkoinfo Tifatul Sembiring dan menteri yang duduk di Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) Jilid II yang sekaligus anggota Majelis Syuro PKS berpendapat berbeda dengan kebijakan partai.

Bahkan dia sangat mendukung kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga BBM. Mungkin bisa jadi PKS berharap pernyataan ini hanya sebatas wacana dengan tujuan memberikan feedback langsung dari publik sebagai langkah amunisi PKS untuk mengambil sikap politik kedepan. Sayangnya keberuntungan belum menghinggapi partai ini, alih-alih menarik perhatian publik malah kecaman bertubi-tubi diterima PKS, bahkan PKS pun harus rela di stempel parpol bermuka tembok demi menyelamatkan partai dari hukuman publik.

Ditambah lagi, pernyataan Anis Matta dan DPP PKS yang terkesan masih koma, dan belum titik, artinya ada kemungkinan skenario PKS akan menerima kenaikan BBM, ini terlihat dari tidak ada upaya untuk menarik menterinya dijajaran koalisi Setgab, adapun hanya sebatas wacana dan terkesan sebagai pernyataan personal dan bukan kebijakan partai, padahal partai ini merupakan partai kader yang mengedankan isu kolektivisme doktrin.

Langkah PKS untuk wait and see bisa jadi merupakan sebuah kedewasaan berpolitik yang dihasilkan dari doktrin internalisasi (doctrine internalization). Sayangnya PKS terkesan terlambat dan tidak berani untuk menjadi oposisi murni. Bila PKS berani menolak dan menjadi oposisi murni dari jauh-jauh hari bukan tidak mungkin PKS akan mendapatkan simpati publik dalam perebutan politik elektoral. Posisi tawar (bargaining position) PKS tidaklah sebesar Golkar disaat medio 2012, yang mana saat itu Golkar cukup menentukan dalam lobi antar fraksi koalisi.

Epilog

Akhirnya PKS harus terjebak oleh jebakan yang dibuat sendiri, artinya bila PKS nantinya berubah 180 derajat dengan mendukung kenaikan BBM, publik pun akan lebih kejam mengecap PKS sebagai parpol muka tembok. Langkah kuda PKS ini dikhawatirkan akan menjadi bumerang bagi masa depan PKS, karena publik mengecap bahwa PKS telah melakukan dagelan politik dan sebuah permainan politik kemunafikan. Tapi bila dirunut permainan PKS tidak bisa disamakan dengan politik kemunafikan. Seperti dilansir dalam The Fable of the Bees (1970), filsuf Bernard Mandeville (1670-1733) menilai bahwa telah terjadi antitesis kemunafikan dengan konsep kesolehan yang mana hal ini didasari oleh aspek individu yang dipenuhi oleh hawa nafsu personal, sedangkan politik BBM lebih didasari oleh bekerjanya kolektivisme ideologi dalam menentukan sikap politik.

Nah berbicara mengenai politik BBM tidak tepat bila PKS melakukan politik kemunafikan, akan lebih tepat pada manajemen konflik “muka tembok” artinya dengan tanpa rasa malu sedikitpun PKS merasa langkah yang diambil sudah tepat. Langkah ini diharapkan dapat menjadi keberuntungan bagi PKS, tapi lagi-lagi publik akan menilai dalam politik elektoral. Terlihat jelas PKS telah mengalami defisit kemodernan dari proses pelembagaan kepartaian.

Sepak terjang PKS dengan menggunakan manuver politik zig-zag, nomadisme politik, imagologi, dan politik mutan terhadap kebijakan pemerintah bisa dikatakan sebuah perjudian tingkat tinggi, artinya bila manuver politik ini berakhir dengan dikeluarkannya PKS dari Setgab koalisi, bisa jadi PKS akan mendapat simpati yang luar biasa dari publik karena struktur masyarakat kita yang terkesan melankolis, ataukah publik akan mempersulit PKS melepas diri dari lubang jarum parliamentary threshold dengan tidak memberikan dukungan bagi partai ini.

Politik BBM juga akan sangat menentukan masa depan politik elektoral parpol, parpol yang paling dapat diterima publik secara logika itulah parpol yang akan memenangi ritual demokrasi 2014. Jangan sampai ritual politik BBM menjadikan parpol selalu mengdepankan politik zig-zag nya yang akan menyulut kemarahan publik. Publik pun akan menunggu parpol mana yang akan tetap konsisten digaris perjuangan guna mengagregasi kepentingan rakyat dan bukannya parpol yang hanya berani bermuka tembok.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar