Kamis, 13 Juni 2013

Indonesia Sejatinya Rumah Besar Persaudaraan

 Indonesia Sejatinya Rumah Persaudaraan
  AM Ilham SSi ;   Ketua Komisi Ideologu Nasional 
Pemuda Indonesia (KNPI) Makassar
Tribun Timur, 13  Juni 2013




Wakil Presiden pertama Negara ini, yang juga adalah deklarator bangsa Indonesia `Bung Hatta` dalam pidato penerimaan gelar doctor honoris causa dari Universitas Gadjah Mada (27 November 1965) menyampaikan, “Indonesia Merdeka di masa datang mestilah negara nasional, bersatu dan tidak terpisah-pisah, bebas dari penjajahan asing dalam rupa apapun juga, politik maupun ideologi. Dasar-dasar perikemanusiaan harus terlaksana dalam segala segi penghidupan, dalam perhubungan antara seorang dengan seorang, antara majikan dan buruh, antara bangsa dan bangsa. Lahir dalam perjuangan menentang penjajahan, cita-cita perikemanusiaan tidak saja bersifat anti-kolonial dan anti-imperialis, tetapi juga menuju kebebasan manusia dari segala tindasan. Pergaulan hidup harus diliputi oleh suasana kekeluargaan dan persaudaraan.” (Ejaan telah disesuaikan dengan EYD).

Dalam pidatonya Hatta mengkritik Revolusi Perancis 1789 yang terkenal sebagai sumber demokrasi Barat, ternyata semboyan yang dicanangkannya yaitu “kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan” tidak terlaksana di dalam praktik. Menurut Hatta, demokrasi yang dilaksanakan di Perancis setelah revolusi hanya pada bidang politik, seperti hak untuk memilih dan dipilih menjadi anggota dewan perwakilan rakyat, sedangkan dalam bidang ekonomi tidak ada demokrasi. Bahkan dengan berkobarnya semangat individualisme yang dihidupkan oleh Revolusi Perancis, kapitalisme justru tumbuh subur. Pertentangan kelas semakin tajam, karena terjadi penindasan oleh yang kuat ekonominya terhadap yang lemah. Padahal dimana ada golongan yang menindas dan yang tertindas, maka persaudaraan hanyalah omong kosong.Demokrasi semacam itu tidak sesuai dengan cita-cita perjuangan Indonesia, yakni perikemanusiaan dan keadilan sosial. Bagi Hatta, selain demokrasi politik, harus berlaku pula demokrasi ekonomi. 

Akan tetapi Hatta merasa prihatin, karena selama terjajah kita banyak bercita-cita tentang perikemanusiaan, keadilan sosial dan sebagainya, ternyata setelah merdeka tidak dapat melaksanakannya di dalam praktik. Bung Hatta khawatir hal ini tidak berbeda dengan negara Perancis pasca revolusi 1789. Berkaitan dengan Pancasila, Hatta berkata, ”Apa yang kita alami di Indonesia sehari-hari sekitar kita, merupakan seolah-olah Pancasila itu diamalkan di bibir saja, tidak menjadi pelita di dalam hati untuk membangun masyarakat baru. Tiap-tiap golongan berkejar-kejar mencari rezeki. Golongan sendiri dikemukakan, masyarakat dilupakan. Dalam teori kita menganut kolektivisme, dalam praktik dan perbuatan memperkuat individualisme. Dalam teori kita membela demokrasi sosial, dalam praktik dan perbuatan menghidupkan semangat demokrasi liberal. Partai yang pada hakekatnya alat untuk menyusun pendapat umum secara teratur, agar supaya rakyat belajar merasai tanggungjawabnya sebagai pemangku negara dan anggota masyarakat, -- partai itu dijadikan tujuan dan negara menjadi alatnya. (kutipan dari Arsip UGM, Pidato pada penerimaan gelar doctor honoris causa dari Universitas Gadjah Mada pada 27 November 1956”)

Pusaran Pilwali

Mencermati dinamika pemilihan walikota (pilwali) Makassar, dengan sistem pemilihan langsung akan membawa dinamika demokrasi yang lebih modern dan rasional, tentunya rakyat memiliki kewengan untuk memilih kandidat yang terbaik. Hadirnya ‘Rudal’ yang telah lama bersosialisasi tampil dengan tag line Rudal peduli, Muhyina dengan jargon perempuan bisa tonji untuk Makassar bergerak,`DIA` sebagai masaDPan baru Makassar, duet maut Erwin kallo yang membahana melalui audisi, Supomo yang `suka` komandan pun beraksi, Ahaok yang menawarakan `pete-pete` gratis, ada Adil patu dengan listrik gratis, Apiaty dengan program unggulannya, muncul paket Irman YL dengan `no fear` lengkap bersama parpol pendukungnya hingga Tamsil dan paketnya pun bangkit.

Baik jalur independen maupun partai politik, telah menjadi bagian dari upaya untuk melakukan yang terbaik `untuk` masyarakat kota Makassar. Di sepuluh kandidat pilwali sejatinya ada elemen pemuda dengan `jiwa merdeka` sebagai tulang punggung dan ujung tombak pergerakan dalam pusaran dinamika para kandidatnya. Sehingga harapan hidupnya nuansa demokrasi dalam pentas pilwali Makassar mampu menghasilkan pesta demokrasi yang rasional, dinamis, harmonis, kreatif, solutif dan dalam bingkai kekeluargaan. Pemuda sebagai `agent of change` dan pelanjut estafet pembangunan, dalam kompetisi kandidatnya bisa maju dalam pikiran dan anggun dalam tindakan untuk kemajuan politik dan demokrasi yang berkualitas. Tidak lalu bertindak arogan, sektarian dan anarkis untuk memenangkan setiap kandidatnya, dengan proses demokrasi yang cantik melahirkan politisi muda yang santun, cerdas dan bermartabat. Ini berarti akan melahirkan sepuluh tim pemenangan dan sepuluh tim juru bicara (jubir) yang akan mewarnai `dagangan politik` masing-masing kandidat. Biasanya jubir ini pun dari kaum muda yang energik, menarik dan cerdas dalam melontarkan program dan isu-isu kreatif jagoannya.

Silahkan saling memaparkan dan menjual ide untuk kemajuan Makassar, tapi tentu rakyat berharap `pesta` ini berlangsung meriah tanpa kecurangan dan saling jegal apalagi sampai anarkis. Sehingga kandidat yang belum unggul tidak lalu merasa `kalah` tapi sudah terlibat aktif dalam kemajuan berdemokrasi di Makassar khususnya dan Sulsel pada umumnya. Siapa pun yang dipilih oleh rakyat menjadi pemilik suara terbanyak nantinya, tidak akan merasa pongah dan lupa terhadap tujuan kepemimpinannya guna mensejahterakan masyarakat. Pemuda dalam pusaran pilwali Makassar tentulah sangat menarik keterlibatannya, karena perannya yang begitu vital dalam setiap aksi dan program yang ditawarkan. Kita berharap semoga pilwali yang `semarak` bisa berjalan damai dan dalam bingkai silaturrahmi harmonis dengan suasana persaudaraan dan kekeluargaan seperti harapan `Bung Hatta` menuju demokrasi kerakyatan untuk kepentingan dan kemajuan bersama masyarakat. Akhirnya penulis ucapkan selamat berpesta `anak muda` kita junjung sportifitas dengan bingkai kearifan lokal untuk Makassar yang berkemajuan.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar