Rabu, 12 Juni 2013

Empat Pilar Bangsa sebagai Warisan Luhur

Empat Pilar Bangsa sebagai Warisan Luhur
David Krisna Alka ;   Peneliti Maarif Institute for Culture and Humanity,
Bergiat di Populis Institute
MEDIA INDONESIA, 11 Juni 2013
 
 



DUKA kebangsaan kembali menerpa hati Indonesia. Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Taufiq Kiemas (Pak TK) dipanggil Tuhan Yang Maha Esa. Di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan (9/6), jasad Pak TK dikebumikan secara bersahaja. Sebab, ia sosok yang luar biasa. Memang, gaya dan penampilannya selama ini terkesan biasa dan tak `wah' dalam sorotan media.

Kepergian Pak TK bukanlah kepergian Empat Pilar Bangsa: Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika. Semarak sosialisasi program empat pilar bangsa sudah bergerak dengan beragam tema, bermacam wadah, dan meluas ke berbagai daerah. Menurut Wakil Ketua MPR Hajriyanto Y Tohari (2013), gagasan untuk menyerukan Empat Pilar Bangsa murni berasal dari Pak TK.

Kedalaman
Gagasan Pak TK menyerukan sosialisasi Empat Pilar Bangsa tentu sudah melalui pergulatan, penghayatan, dan diskusi yang panjang sebelum berkomitmen untuk dijalankan. Terlepas dari kritik tentang istilah empat pilar atau persoalan Pancasila, tiga pilar lainnya seolah disejajarkan. Pak TK berhasil mengingatkan dan menyadarkan bahwa ada Empat Pilar Kebangsaan kita dan `laknat' bagi rakyat negeri ini jika melupakan dan meniadakan Empat Pilar Bangsa itu.

Realitas sosial politik Indonesia diisi manusia yang hidup, tentu banyak persoalan menerpa, namanya juga manusia. Namun, harus ada hal-hal pokok manusia Indonesia, yang mesti menjadi acuan, sebagai warga negara. Persoalannya, acuan itu bukan hanya terletak di permukaan, tetapi juga di kedalaman. Begitu pula dengan Empat Pilar Bangsa.

Untuk menempuh kedalaman, sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan seyogianya memaknai serta menguraikan cara bagaimana berbagai fakta dan problem kebangsaan dipahami lebih menda lam. Sehingga menjadi pilar yang menggerakkan arah kebangsaan dan menjadi pilar kebajikan publik yang menyentuh ranah publik bukan hanya wacana elite. Bung Hatta pernah berkata, rakyat banyak cuma dipakai sebagai perkakas saja. Rakyat menderita azab dunia di atas medan peperangan, menjadi umpan pelor, dan gas racun saja. Karena itu, sosialisasi Empat Pilar Bangsa mesti merakyat. Lagi, kata Bung Hatta, rakyat itu jiwa dan badan bangsa.

Tak diragukan, dengan latar belakang ideologi politik dan segudang pengalamannya, Pak TK memiliki semangat untuk merakyatkan Empat Pilar Bangsa hingga ke jiwa dan badan bangsa. Artinya, gagasan Pak TK itu memerlukan pikiran dan `tangan-tangan' brilian untuk menjadikan Empat Pilar Kebangsaan menjadi nyata menyentuh rakyat di kota dan pelosok desa.

Kesungguhan
Selain kedalaman dan juga keluasan, sosialisasi Empat Pilar Bangsa perlu kesungguhan. Bukan hanya kecanggihan kemasan sosialisasi programnya saja, melainkan mesti memiliki kejelasan. Bukan pula pesona kegemilangan logo dan lambangnya saja, melainkan perlu kegigihan dalam menyosialisasikan.

Di tengah derasnya arus globalisasi, kesungguhan meneguhkan jati diri kebangsaaan diperlukan. Dalam hiruk-pikuk politik, kekisruhan dan korupsi lebih tampak dan menggejala begitu dahsyatnya. Kita seolah kabur dengan letak jati diri kebangsaan kita. Dalam konteks itu, sosialisasi Empat Pilar Bangsa menjadi relevan untuk diperluas dan dioperasikan.

Pak TK menyadari dalam acara penganugerahan gelar doktor kehormatan dari Universitas Trisakti pada 8 Maret 2013, ia menjelaskan para pendiri bangsa secara visioner dan dilandasi kepekaan nurani yang sangat mendalam berhasil menggali nilai-nilai luhur yang terkandung dalam khazanah kehidupan masyarakat sebagai nilai-nilai kebangsaan Indonesia. Pancasila tetap diposisikan sebagai dasar dan ideologi negara yang berkedudukan di atas tiga pilar lainnya. “Bukan gelar doktornya yang dibanggakan, tapi Empat Pilar Bangsa yang dibanggakan,“ kata Pak TK.

Pak TK tak hanya melahirkan gagasan, tetapi juga mewariskan kerja sosialisasi Empat Pilar Bangsa. Sosialisasi itu tak cuma kerja MPR saja, bukan pula kerja pejabat negara saja, tetapi kerja kita semua, rakyat Indonesia. Menurut Pak TK, Empat Pilar Bangsa harus dijabarkan dan menjiwai semua peraturan perundangan, institusi pendidikan, pertahanan serta semua sendi kehidupan bernegara. Memang, kita tak mau negara ini kabur jati dirinya dan lembek harkat martabatnya.

Dalam usia 70 tahun, Sabtu (8/6), Pak TK menghembuskan nafas terakhirnya. Editorial Media Indonesia (10/6) mencatat, warisan Pak TK harus senantiasa hidup. Bangsa ini, terutama para pemimpinnya, harus terus menghidupkan Empat Pilar Bangsa dan sikap kenegarawanannya. Empat Pilar Bangsa yang digagasnya bukan cuma berhenti pada tataran konsep, melainkan diwujudkannya dalam tataran perilaku, terutama perilaku dirinya sendiri.

Selamat jalan Bapak Empat Pilar. Kepergianmu mewariskan buku yang tak kunjung usai ditulis anak bangsa. Bak buku kehidupan yang tak kunjung padam diperjuangkan, kematian adalah sebuah kepastian, dan kepergianmu meninggalkan kebaikan. Wallahualam.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar