Selasa, 11 Juni 2013

Dilema Naiknya BBM

 Dilema Naiknya BBM
  Andi Haris;  Dosen Fisip Unhas
Tribun Timur, 11 Juni 2013


Kontroversi seputar perlu tidaknya dinaikkan harganya harga BBM tetap saja terus berlanjut. Ini dapat dilihat dari adanya sejumlah reaksi dari masyarakat yang dimanifestasikan dalam bentuk aksi demonstrasi dengan tujuan untuk menolak naiknya harga BBM tersebut. Bahkan, tak jarang dari berbagai aksi demo yang dilakukan oleh beberapa elemen masyarakat itu berakhir ricuh yang ditandai dengan terjadinya benturan dan gesekan antara pendemo dengan aparat keamanan. Sebenarnya, fenomena seperti ini bukanlah merupakan hal yang baru sebab boleh dikata kejadian serupa biasa juga terjadi dibanyak tempat terutama disaat menjelang diputuskannya kenaikan harga bahan bakar minyak.

Meskipun begitu, yang seringkali kita sayangkan adalah apabila naiknya harga BBM ini kerapkali direspons dengan aksi kekerasan yang dampaknya bukan hanya menimbulkan kerugian materi melainkan juga korban bagi mereka yang terlibat dalam aksi tersebut. Memang kita harus akui jika masalah naiknya harga BBM itu merupakan suatu kebijakan yang sifatnya dilematis. Soalnya, bagi mereka yang pro terhadap keputusan ini menilai kalau naiknya harga BBM dianggap sebagai solusi yang tepat untuk mengurangi beban biaya APBN sehingga dana subsidi BBM ini dapat dialihkan ke program yang lain misalnya pembangunan infrastruktur serta pemberi bantuan dan peningkatan pelayanan terutama bagi mereka yang termasuk dalam kategori keluarga miskin.

Namun, sebaliknya kita juga tidak dapat menafikan begitu saja argumen yang disampaikan oleh kelompok yang kontra terhadap kebijakan ini khususnya dampak yang ditimbulkan oleh naiknya harga BBM, umpamanya meroketnya harga kebutuhan pokok, mahalnya ongkos jasa dan transportasi, serta membengkaknya biaya kebutuhan yang lain dan ini dirasakan langsung oleh masyarakat. Tak hanya itu, mereka juga ini berasumsi bahwa salah satu solusi dalam pengaturan biaya beban APBN adalah menekan pengeluaran anggaran Negara untuk kegiatan yang dinilai tidak begitu penting, mencegah terjadinya praktek korupsi disemua lingkungan birokrasi serta mengelolah sektor perminyakan secara professional, efisien, rasional dan efektif sehingga dapat memberi hasil yang optimal bagi kemakmuran rakyat.

Oleh sebab itu, begitu peliknya menghadapi persoalan ini sehinga ada sebagian orang yang beranggapan jika keputusan naiknya harga BBM tersebut harus melalui proses yang cermat dengan mempertimbangkan konsekuensi yang bakal muncul terutama yang bersentuhan langsung dengan kebutuhan primer rakyat. Apalagi seiring dengan perubahan sosial yang begitu cepat yang berimplikasi pada semakin meningkat serta beragamnya kebutuhan rakyat. Yang lebih parah lagi apabila kompleksnya kebutuhan rakyat itu tidak berjalan seirama dengan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan itu contohnya makin lebarnya disparitas sosial ekonomi antara kelompok kerja dan keluarga miskin, meningkatnya angka pengangguran serta menjamurnya gelandangan dan pengemis yang mana semua masalah sosial ini berpotensi memicu munculnya aneka bentuk kejahatan dan aksi kekerasan sosial lainnya.

Lagi pula, persoalan kemiskinan masih merupakan salah satu gejala sosial yang seakan tiada hentinya yang dihadapi oleh setiap negara termasuk Indonesia. Malahan, meski para pemimpin dunia yang berasal dari 150 negara telah bertemu dalam suatu KTT MDGs (Konferensi Tingkat Tinggi Millenium Development Goals) yang berlangsung di New York pada 20-22 September 2010 lalu dengan membahas suatu tema sentral yang berjudul ‘We Can End Poverty by 2015’ yang kemudian menghasilkan suatu dokumen penting yaitu keeping the promise: united to Archieve the Millennium Development Goals, namun tidak sedikit orang berasumsi apabila keinginan untuk membebaskan masyarakat dari kemiskinan hanya sebatas utopia belaka dengan alasan persoalan kemiskinan masih merupakan isu global yang dihadapi oleh semua negara. Apalagi Beratnya tantangan yang dihadapi dalam mengatasi kemiskinan karena terjadinya krisis keuangan dan energi serta krisis pangan dunia. Terlebih lagi, munculnya masalah yang dihadapi oleh Negara maju seperti persoalan terlilit hutang public dan deficit anggaran sehingga hal ini dinilai cukup mempersulit posisi mereka untuk bisa membantu memecahkan masalah kemiskinan yang dihadapi di kelompok negara berkembang.

Selain itu, meskipun dari tahun ke tahun tiap negara mengalami kemajuan dalam bidang ekonomi yang kemudian diikuti dengan semakin membaiknya taraf hidup serta kesejahteraan rakyat, tapi kemiskinan sebagai salah satu patologi sosial selalu saja muncul disetiap masyarakat walau indikator dan jumlah angka kemiskinan acap kali berbeda antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya. Disamping itu, secara teoritik tipe kemiskinan ini dapat dibagi kedalam beberapa jenis diantaranya kemiskinan absolute, relative, alamiah, budaya serta kemiskinan struktural. Itu pula sebabnya, tidak mengherangkan kalau upaya untuk memerangi kemiskinan ditempatkan diperingkat pertama dari 8 sasaran pembangunan MDGs dengan pertimbangan persoalan kemiskinan sering dianggap sebagai masalah global utama dunia yang masih menghadang di tengah masyarakat. Untuk itu, komitmen untuk mengatasi kemiskinan ini juga kembali dibahas. Dalam KTT Bumi Rio + 20 pada 20-22 juni 2012 lewat tema Green Economy For Sustainable Development and Poverty Eradication.

Maka dari itu untuk membantu keluarga miskin serta mereka yang dimasukkan sebagai kelompok yang amat rentan terkena langsung dampak naiknya harga BBM akan diberi bantuan langsung sementara yang jumlahnya diatur sedemikian rupa dan diharapkan akan di distribusikan secara tepat ke kelompok sasaran sehingga program yang di buat oleh mereka yang mendukung kebijakan naiknya harga BBM dapat terealisasi.(*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar