Rabu, 12 Juni 2013

Pintu Masuk Korupsi

Pintu Masuk Korupsi
Apung Widadi ;   Analis Politik Independen
DETIKNEWS, 11 Juni 2013
 
 
 
Korupsi big fish biasanya lahir saat momentum pembahasan perubahan undang-undang Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Saat ini sedang terjadi proses pembahasan APBN-P tahun 2013 oleh Pemerintah dan DPR. Mantan Menteri Keuangan pada era Presiden Abdurahman Wahid, Rizal Ramli menilai pembahasan tersebut perlu dihentikan, pasalnya, perubahan APBN justru menjadi sumber korupsi yang luar biasa besar (Kompas, 31/5).

Beberapa fakta korupsi besar memang berasal dari momentum pembahasan perubahan APBN. Misalnya, kasus Hambalang, Wisma Atlet yang terjadi pada momentum perubahan APBN tahun 2010, Kasus Dana Penyesuaian Infratruktur Daerah (DPID), kasus korupsi pengadaan anggaran Alquran, bahkan yang terbaru anggaran pengadaan simulator SIM oleh Polri juga dinaikkan pada APBN-P tahun 2011.

Urgensi perubahan APBN sebenarnya hanya bersifat makro ekonomi, kebijakan fiskal atau keadaan darurat. Dalam pasal 27 UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara jelas diatur bahwa dengan mempertimbangkan realisasi dan prognosis, secara umum perubahan APBN perlu (pasal 27 ayat 3) apabila terjadi perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai asumsi dalam APBN perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal, keadaan yang harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit Kementerian/Lembaga, keadaan yang menyebabkan saldo lebih tahun sebelumnya.

Setidaknya ada empat alasan perubahan APBN menjadi momentum yang cukup empuk oleh politisi korup. Pertama, waktu pembahasan perubahan APBN sangat pendek sehingga cara-cara lobi antar fraksi dan pemerintah sering dilakukan dengan cara-cara transaksional. Yang penting asumsi makro dan fiskal disesuaikan, lain hal utak-atik anggaran juga dilakukan. Kedua, waktu pembahasan per bahan APBN sangat pendek hanya sekitar satu bulan, sehingga tidak sempat diawasi oleh publik. Apalagi publik tidak dilibatkan dalam hal seperti proses pembahasan APBN yang panjang mulai dari musyawarah desa, kota, provinsi dan nasional.

Ketiga, perubahan APBN sebagai produk undang-undang tidak diujipublikan dahulu kepada masyarakat, langsung ditetapkan oleh DPR dan Pemerintah. Keempat, momentum ini sengaja sering dijadikan politisi untuk menaikkan posisi tawar terhadap mitra kerja untuk me-mark up anggaran atau sebaliknya membintangi sebagai bentuk sandera yang harus ditebus dalam bentuk setoran uang muka atau sandera kepentingan politik.

Sebagai contoh, jika mark up sudah kita sering temui, namun untuk kasus sandera juga tidak jarang ditemukan. Seperti awalnya rencana anggaran pembangunan gedung KPK tahun 2012 yang dibintangi oleh DPR, disinyalir kuat karena KPK banyak menjerat politisi Senayan. Lain hal Komisi Ombudsman, pada perubahan APBN 2011 tidak mendapatkan tambahan anggaran untuk pembangunan gedung di daerah-daerah karena tidak bersedia memeberikan upeti atau uang muka kepada Komisi II terkait hal pencairan anggaran pada perubahan APBN 2011.

Mencegah Memutus

Perubahan APBN memang diperlukan untuk penyesuaian kondisi makro ekonomi dan fiskal, tetapi tidak kemudian dijadikan rutinitas selalu diubah setiap tahun. Seperti yang dilakukan oleh negara tetangga Australia, sejak awal pembahasan APBN, perhitungan asumsi asumsi makro ditetapkan secara detail dan terukur.

Bahkan ada komitmen untuk tidak mengubah dalam anggaran tahun berjalan kecuali ada gejolak ekonomi yang harus ditanggapi segara. Sehingga kinerja APBN untuk pembiayaan sektor publik dapat diukur dalam bentuk akuntabilitas. Pengeluaran anggaran bisa diukur dalam audit kinerja terhadap kebijakan publik dan dampak pada masyarakatnya.

Masalahnya, di Indonesia politisi tidak dapat berpikir jauh dalam perencanaan dan penggunaan APBN untuk kebijakan publik. Politisi hanya berpikir pendek, selain karena tidak ada kemampuan dalam penyusunan anggaran, politik transaksional dan jangka pendek lebih mudah dilakukan. Kebiasaan buruk di DPR jika sudah berhubungan dengan anggaran adalah tidak pernah berpikir logis dan rasional, sebaliknya pragmatis dan mencari keuntungan.

Sebagai solusi untuk mencegah pintu masuk korupsi dari perubahan APBN beberapa hal perlu dilakukan. Pertama, paradigma politisi perlu dirubah agar tidak hanya jangan pendek dan transaksional. Apalagi mendekati Pemilu 2014 banyak disinyalir politisi butuh dana kampanye. Sebaliknya, seharusnya politisi berani menyampaikan kinerja dalam perencanaan dan pengelolaan anggaran yang antikorupsi kepada konstituen. Pada hakekatnya dalam politik kinerja di DPR yang harus ditabung agar terpilih kembali, bukan dana kampanye haram untuk politik uang.

Kedua, partai politik perlu memiliki sikap politik anggaran yang jelas berpihak kepada rakyat dalam perspektif tubuh APBN. Yang dimaksud politik anggaran adalah sikap politik terhadap anggaran dan kebijakan untuk rakyat yang jelas, misal dalam kesehatan atau pendidikan, bukan politik bagi bagi kue anggaran untuk partai politik. Apalagi menjelang Pemilu tahun depan, ramai-ramai partai mempunyai target mencari dana kampanye dari APBN, seperti terungkap beberapa lalu ada kesaksian tentang PKS yang membutuhkan dana Rp 2 triliun yang rencananya akan diambil dari tiga kementrian yang mereka punya di kabinet.

Ketiga, Pemerintah dalam hal ini Kementerian-kementerian juga perlu menutup ruang masuk korupsi tersebut dengan cara melakukan perencanaan yang detail, terukur dan melibatkan publik. Sistem preaudit perlu dilakukan oleh BPK dalam proses perencanaan perubahan APBN. Sehingga selain mencegah korupsi dapat juga dilakukan penghematan anggaran di APBN, sehingga tidak perlu pangkas atau alih beberapa anggaran yang justru prioritas.

Keempat, pengawasan masyarakat harus lebih terkonsolidasi dan fokus pada metodologi baru alternatif. Bukan hanya pada isu kenaikan BBM yang perlu diawasi, tetapi pintu masuk korupsi dalam perubahan APBN juga perlu dilakukan. Dana tranfer daerah, dana hibah dan bansos, proyek-proyek bernilai anggaran besar biasanya jadi sasaran empuk korupsi. Maka dari itu perlu diawasi, apalagi mendekati Pemilu tahun depan nampaknya perubahan APBN akan dijadikan pintu masuk dan jendela jendela korupsi untuk pundi-pundi dana kampanye haram tahun 2014 nanti. Selain masyarakat, KPK juga penting mengawasi proses genting terjadinya korupsi dalam penganggaran ini.

Akhirnya, nadi korupsi perlu diputus dan pintu masuk korupsi perlu ditutup rapat-rapat terutama dalam perubahan APBN 2013 ini. Pada proses inilah pencegahan korupsi menjadi penting. Apalagi pencegahan korupsi hingga saat ini belum menjadi prioritas dan belum terarah dalam agenda besar pemberantasan korupsi. Mari bersama mengawal perubahan APBN 2013, kita cegah jangan sampai lahir korupsi mega skandal dengan aktor aktor politikus korup yang rakus.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar