Kamis, 13 Juni 2013

Orang Pintar dan Orang Bejo Bersatulah!

Orang Pintar dan Orang Bejo Bersatulah!
Redi Panuju ;   Ketua Program Studi Magister Ilmu Komunikasi
Pascasarjana Unitomo Surabaya 
JAWA POS, 12 Juni 2013
 
 



ALANGKAH sering terdengar percakapan-percakapan yang menggunakan istilah lebay, alay, bokap, cetar membahana, dan lainnya, tidak peduli digunakan untuk membahas urusan yang sepele atau serius. Istilah-istilah yang cenderung repetitif itu bisa bersumber dari informasi di dunia maya atau narasi-narasi iklan di televisi yang semakin hari semakin kreatif saja.

Salah satu istilah periklanan yang kini marak direpetisi adalah istilah ''orang pintar'' dan ''orang bejo''. Dua istilah tersebut membahana menyeruak di pelbagai kesempatan, mulai rapat RT, seminar, rapat kerja, perkuliahan, bahkan pernah saya dengar dikutip khatib salat Jumat. Kita tahu bahwa dua istilah tersebut bersumber dari strategi promosi dua merek obat masuk angin yang sedang bersaing memperebutkan ranah kognitif masyarakat (konsumen).

Keri K. Stephens, pakar komunikasi dari University of Texas, dalam artikelnya tentang ''message repetition'' ( jurnal Communication Research, volume 38/2011) menemukan alasan masyarakat gemar menggunakan idiom-idiom yang dilansir ICT (informations and communication technologies) dalam komunikasi sehari-hari. Salah satu jawabannya, idiom-idiom tersebut mempunyai efektivitas (effectiveness) dalam menarik perhatian.

Kebetulan sekali, jargon ''orang bejo'' dan ''orang pintar'' tersebut sama-sama kuat dalam merepresentasikan karakter sebuah entitas sosial tertentu, sehingga cenderung mengundang orang memakainya untuk kepentingan identifikasi diri. Ada yang merasa cocok sebagai orang pintar dan sebaliknya ada yang merasa lebih senang menjadi orang bejo. Bila biasanya desain kreatif iklan mengambil sumber nara­sinya dari sesuatu yang dikenal masyarakat tertentu, dalam konteks ini justru sebaliknya, masyarakat secara kreatif mengadopsi jargon iklan untuk kepentingan interaksi sosialnya.

Istilah orang pintar menunjuk pada karakter cerdas, berpendidikan, profesional, atau pakar. Pendek kata yang berlawanan dengan kebodohan. Dalam masyarakat kita memiliki entitas sosial pendukungnya. Sementara itu, istilah orang bejo identik dengan sikap rendah hati, beriman (segala sesuatu diputus oleh Yang Kuasa), dan jujur. Dalam masyarakat kita juga tidak kalah banyak pendukungnya.

Sebetulnya, ketika dua jargon tersebut menjadi tumpang tindih dalam komunikasi, proses identifikasi terhadap representasi oleh khalayak justru semakin kabur. Dua istilah tersebut saling tumpang tindih yang lebih berkonotasi iklan obat masuk angin, bukan berasosiasi kepada merek yang mengusungnya. Telah terjadi proses generalisasi yang membuat khalayak, selepas menonton iklan tersebut, susah membedakan itu iklan ''Antangin'' atau ''Tolak Angin''.

Cobalah diriset efek iklan tersebut. Jawabannya bisa tumpang tindih atau tertukar. Berarti, semakin gencar jargon ''orang pintar'' dan ''orang bejo'' diulang-ulang, efeknya justru kerugian untuk kedua pihak. Karena itu, setelah dua merek dagang tersebut dikenal luas oleh masyarakat (branding), sebaiknya mereka bersatu dalam memengaruhi pasar (co-branding).

Menarik sekali, akhir-akhir ini masyarakat menonton ada dua tokoh nasio­nal yang terperangkap (atau memerangkapkan diri) dalam persaingan jargon tersebut. Siapa lagi kalau bukan Mahfud M.D., politikus PKB dan mantan ketua Mahkamah Konstitusi, serta satunya Dahlan Iskan, menteri BUMN. Mahfud masuk dalam entitas ''orang bejo'' bersama pendahulunya, Butet Kartaredjasa, Bob Sadino, dan Mamah Dedeh, sedangkan Dahlan Iskan masuk dalam gerbong ''orang pintar'' bersama pendahulunya, Rhenald Kasali, Widiawati, dan Lula Kamal.

Kita tahu, dua tokoh itu sedang digadang-gadang kalangan masyarakat Indonesia untuk bisa maju dalam bursa Pemilu Presiden 2014 mendatang. Sebagaimana logika co-branding tersebut, bila keduanya tidak ingin saling menegasikan satu sama lain, sehingga menjadi generik, lebih baik keduanya sejak sekarang melakukan sinergi co-branding.

Bersatulah Pak Mahfud dan Pak Dahlan dalam branding Mada (bagus seperti nama Gajah Mada) yang kini rating-nya makin bagus di TV hehehe..***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar