Kamis, 13 Juni 2013

Insiden Jeddah Jangan Terulang Lagi

Insiden Jeddah Jangan Terulang Lagi
Anis Hidayah ;   Direktur Eksekutif Migrant Care 
SUARA KARYA, 12 Juni 2013


Rasanya pemerintah perlu melakukan investigasi secara menyeluruh untuk mengusut akar masalah pemicu kerusuhan ribuan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Jeddah, Arab Saudi. Ini penting agar peristiwa yang mencoreng nama Indonesia di dunia internasional itu tidak terjadi lagi.

Bentuk investigasi bukannya hendak menyalahkan dan mengkriminalisasi buruh migran yang mengekspresikan kemarahannya. Tetapi, yang terpenting, melalui investigasi akar masalah insiden kerusuhan yang diikuti aksi pembakaran itu bisa terungkap. Apakah benar akibat kelambanan dan ketidakseriusan perwakilan Indonesia dalam pemrosesan dokumen amnesti.

Kalau dicermati, insiden kemarahan buruh migran Indonesia di KJRI Jeddah merupakan puncak akumulasi kemarahan terhadap bobroknya pelayanan selama masa amnesti (pengampunan). Satu hal yang perlu diperhatikan, dalam menghadapi kebijakan amnesti dari Pemerintah Arab Saudi, Pemerintah Indonesia terkesan lamban dan ragu untuk mengantisipasi puluhan ribu TKI atau buruh migran yang tengah memproses pemutihan dokumen di KJRI Jeddah.

Dalam hal ini, proses pemutihan dokumen bagi seluruh buruh migran memerlukan pelayanan prima dan tanpa diskriminasi. Selain menambah sumber daya manusia (SDM) yang memadai, juga perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut atas kinerja KJRI Jeddah dan KBRI Riyadh selama masa amnesti, terutama dalam pelayanan dokumen.

Bagaimanapun, keseriusan pemerintah pusat untuk mendukung terselenggaranya pelayanan pengurusan dokumen selama masa amnesti sangat penting. Pemerintah perlu segera melakukan langkah-langkah proaktif kepada Kerajaan Arab Saudi agar memberikan perpanjangan waktu amnesti dan tidak mempersulit pemutihan dokumen TKI.

Kasus TKI overstay terjadi sudah lama. Namun, strategi untuk mengatasi masalah itu tidak pernah tuntas hingga setiap tahun selalu kembali diributkan. Barangkali pemerintah perlu mempertimbangkan pemberian izin kepada KBRI/KJRI untuk dapat menerbitkan paspor kepada WNI yang masih ingin bekerja dengan bersyarat (bukan SPLP).

Di lain pihak, loket-loket pelayanan di wilayah lain perlu dibuka selain di KBRI Riyadh dan KJRI Jeddah. Kalau perlu, menyediakan jalur telepon khusus dan prosedur resmi yang diterbitkan KBRI/KJRI berisi langkah-langkah proses amnesti, baik bagi TKI yang ingin pulang maupun yang menetap di Arab Saudi. Pihak keamanan Indonesia seperti intelijen pun perlu dilibatkan untuk mengantisipasi ulah para calo. Di samping itu, penambahan personel (dengan melibatkan sukarelawan) untuk pelayanan di loket-loket.

Yang tak boleh dilupakan, tenda-tenda kesehatan lengkap dengan tim medis perlu dibuka bagi WNI yang pingsan atau kelelahan saat mengurus pemutihan. Ini mengingat cuaca di Arab Saudi saat ini, pada siang hari mencapai 45-50 derajat, malam 35 derajat. Ini penting demi jaminan kesehatan WNI dan agar kerusuhan tidak terulang lagi.

Peristiwa Jeddah jelas sangat memprihatinkan. Padahal, kemarahan para TKI sesungguhnya dapat dihindari apabila pemerintah dapat mengantisipasi kemungkinan meningkatnya permohonan surat perjalanan laksana paspor (SPLP) dari para TKI terkait program amnesti. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar