Sabtu, 08 Juni 2013

Koalisi PKS dan Angin

 Koalisi PKS dan Angin
Tempo, 6 Juni 2013



Satu-satunya jalan yang mungkin efektif untuk menggosok lagi citra Partai Keadilan Sejahtera hanyalah keluar dari koalisi penyokong pemerintah. Kata "mungkin" harus dipertebal. Bagaimanapun, kerusakan partai yang mengklaim diri bersih dan peduli ini sudah kelewat parah. Dugaan korupsi dan pencucian uang yang menyeret Luthfi Hasan Ishaaq, mantan presidennya, begitu terang-benderang dan bahkan menyingkap gelagat keterlibatan petinggi lain di partai ini.

Hal yang kini berlangsung, dan terang-terangan dipertontonkan, justru sebaliknya. PKS berusaha memainkan sentimen sebagian publik terhadap rencana kenaikan harga bahan bakar minyak. Sebagai anggota koalisi pendukung pemerintah, alih-alih menyokong rencana itu, PKS malah mengkampanyekan penentangan. Tapi, seraya melakukan hal itu, partai ini tak beringsut selangkah pun untuk menjauh dari koalisi. Partai-partai lain dalam koalisi seolah-olah dianggap angin belaka.

Penentangan itu terlihat di berbagai kota, pada spanduk anti-kenaikan harga BBM yang dipasang mencolok di tempat-tempat ramai. Pada tataran lain, PKS juga sengaja melewatkan rapat pimpinan partai-partai peserta koalisi dengan Wakil Presiden Boediono untuk membahas rencana kenaikan harga itu. Dalam rapat pada Selasa pekan lalu itu, tak seorang pun petinggi PKS tampak. Mereka berdalih ada perubahan undangan secara mendadak yang menyebabkan Presiden PKS Anis Matta berhalangan hadir.

Politikus PKS "menjual" kepedulian terhadap kepentingan rakyat untuk meraih simpati. Tentu saja, ini argumentasi yang mengada-ada--atau diada-adakan. Jika PKS memang peduli, semestinya penolakan serupa juga diumumkan sekencang-kencangnya, disertai boikot atau pengunduran diri dari posisi pendukung pemerintah, ketika harga BBM dinaikkan pada 2005 dan 2008.

Diakui atau tidak, PKS jelas sedang berusaha mempolitisasi rencana kenaikan harga BBM. Pada posisi sedang goyah akibat terungkapnya skandal pengaturan kuota impor daging sapi yang melibatkan Luthfi dan orang-orang dekatnya, partai ini seakan memanfaatkan apa pun yang mungkin untuk mereparasi popularitasnya yang babak-belur. Kenaikan harga BBM adalah isu sangat sensitif yang pasti dianggap sempurna untuk tujuan ini.

Pilihan manuver politik yang gegabah itu sesungguhnya mengabaikan akibatnya pada persepsi masyarakat mengenai BBM. Mereka jadi gagal memahami dengan jernih persoalan riil bahan bakar minyak di negeri ini--bahwa persediaannya kian terbatas dan tingkat konsumsinya yang cenderung tak masuk akal telah menyebabkan anggaran negara tersengal-sengal.

Kredibilitas PKS jelas sulit diperbaiki dengan berzig-zag pendirian. Bertahan di koalisi, tapi pada saat yang sama berkeras menentang kenaikan harga BBM, bukanlah sikap politik yang terpuji. Tindakan itu malah akan menunjukkan watak sejatinya: bahwa PKS sama saja dengan partai-partai lain yang hanya memburu keuntungan untuk dirinya sendiri, bukan untuk rakyat yang diklaim diwakilinya. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar