Minggu, 02 Juni 2013

Isu Global Perempuan

Isu Global Perempuan
Lakshmi Puri ;  Asisten Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB),
Direktur Eksekutif UN Women 
REPUBLIKA, 1 Juni 2013



Tiada hari berlalu tanpa berita mengenai berbagai pelanggaran hak-hak perempuan. Dalam beberapa bulan terakhir, peristiwa kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan, mulai dari Delhi ke Johannesburg sampai ke Cleveland, telah memicu kemarahan publik dan menuntut adanya penanggulangan atas pelecehan yang mengerikan tersebut.

Di Bangladesh dan Kamboja, kematian mengejutkan dari pekerja-pekerja pabrik garmen, banyak di antaranya perempuan, menyulut debat global tentang bagaimana memperoleh pekerjaan yang aman dan layak di ekonomi yang mengglobal. Di Eropa, dampak tidak proporsional atas pemotongan anggaran perempuan untuk penghematan dan penggunaan kuota untuk menempatkan lebih banyak perempuan duduk di dewan perusahaan terus menjadi berita utama.

Meskipun perempuan telah membuat kemajuan secara nyata, kita terus-menerus diingatkan seberapa jauh jalan yang harus ditempuh untuk mewujudkan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Pemimpin-pemimpin dunia menyadari meratanya diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan ketika mereka menandatangani Deklarasi Millenium (Millenium Declaration) pada 2000. Di antara delapan Tujuan Pembangunan Millenium (MDGs), di dalamnya termasuk tujuan untuk mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaaan perempuan.

Dengan berakhirnya MDGs pada 2015, saat ini kita sedang berpacu untuk mencapainya. Kita sedang membicarakan di tingkat global mengenai apa yang harus menggantikan MDGs. Saatnya memprioritaskan dan membawa isu-isu perempuan ke dalam fokus "to move from the side-lines to the centre" (menggiring isu perempuan dari pinggiran masuk ke tengah).

Pada agenda pembangunan pasca-2015 yang baru, kita harus membuat pencapaian MDGs dan menghindari kekurangan-kekurangannya. Semua setuju bahwa MDGs telah mendorong kemajuan untuk mengurangi kemiskinan, diskriminasi, dan meningkatkan pendidikan, kesetaraan gender, kesehatan, air minum, dan sanitasi yang sehat dan aman.

Tujuan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan dapat dilacak dari jumlah perempuan yang mendaftar sekolah, jumlah pangsa pekerjaan perempuan, dan jumlah partisipasi perempuan di parlemen. Hal ini memicu perhatian dan aksi global. Juga, berfungsi untuk meminta pertanggungjawaban pemerintah, memobilisasi banyak sumber daya yang sangat dibutuhkan, dan mendorong pembuatan undang-undang baru, kebijakan-kebijakan baru, program-program baru, dan data baru.

Namun, masih banyak kelalaian yang mencolok. Yang paling terlihat adalah tidak adanya acuan apa pun untuk menghentikan kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan. Juga, hilang nya masalah mendasar lainnya, seperti hak perempuan untuk memiliki properti dan pembagian yang tidak seimbang dari tanggung jawab asuh dan pekerjaan rumah tangga.

Dengan kegagalan mengatasi penyebab struktural diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan dan anak perem puan, kemajuan menuju kesetaraan menjadi tertunda. Dari seluruh MDGs, kemajuan paling lambat dilakukan terhadap MDG5, yaitu mengurangi angka kematian ibu. Fakta bahwa tujuan ini paling sulit dicapai menunjukkan rendahnya jangkauan ketidaksetaraan gender.

Untuk membuat kemajuan yang lebih besar, UN Women mengajukan tujuan yang berdiri sendiri "a stand-alone goal" untuk mencapai kesetaran gender, hak- hak wanita, dan pemberdayaan perempuan yang didasarkan pada hak-hak asasi manusia dan menangani hubungan kewenangan yang tidak setara. Kami mempertimbangkan tiga area yang mem- butuhkan tindakan segera.

Pertama, mengakhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan harus menjadi prioritas. Dari pelecehan seksual di penampungan di Haiti, Suriah, dan Republik Demokratik Kongo (RDK), sampai penembakan pasangan intim di Amerika Serikat dan di tempat lain, kekerasan ini menyebabkan bahaya.

Kedua, perempuan dan laki-laki membutuhkan kesempatan, sumber daya, dan tanggung jawab untuk merealisasikan kesetaraan. Akses setara untuk kepemilikan tanah dan kredit, sumber daya alam, pendidikan, layanan kesehatan, termasuk kesehatan seksual, reproduksi, pekerjaan yang layak, dan pembayaran upah yang setara, perlu dibenahi dan diperbarui dengan segera.

Yang ketiga, suara perempuan harus didengar. Sudah waktunya bagi perempuan untuk ikut serta secara seimbang dalam pengambilan keputusan dalam rumah tangga, sektor swasta, dan lembaga pemerintahan. Meskipun ada kemajuan dalam beberapa tahun terakhir, jumlah perempuan hanya 20 persen di parlemen dan 27 persen hakim. Agar demokrasi menjadi berarti dan terbuka, suara dan kepemimpinan perempuan harus lebih diperkuat di semua ruang publik dan privat.

Agenda pembangunan baru manapun haruslah didasarkan pada perjanjian-perjanjian hak asasi manusia yang telah ditandatangani oleh pemerintah.

Termasuk, Konvensi untuk Mengeliminasi Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (Convention on the Elimina- tion of All Forms of Discrimination Agantis Women-CEDAW), The 1995 Beijing Platform for Action, dan resolusi-resolusi PBB. Kemudian, perjanjian baru-baru ini, yakni Komisi Status Wanita, dalam mengeliminasi dan mencegah segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan.

Ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa negara-negara dengan status perempuan yang tinggi juga menikmati kinerja ekonomi dan sosial yang lebih tinggi. Ada juga bukti untuk memandu negara tentang apa yang berhasil, mulai dari kebijakan pasar tenaga kerja yang adil hingga penghapusan undang-undang, kebijakan yang diskriminatif, perlindungan sosial yang universal, dan pelayanan sosial. Aksi gerakan-gerakan perempuan di mana-mana telah menjadi pendorong dan penuntut perubahan yang kritis di semua bidang tersebut.

Diskusi-diskusi untuk membentuk agenda pembangunan pasca-2015 menawarkan kesempatan nyata untuk mendorong perubahan yang berkelanjutan bagi hak-hak dan kesetaraan perempuan. Tujuan global yang kuat dapat mendorong masyarakat kita sampai pada titik kritis yang akan menolak kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan dan anak perempuan, memaksimalkan potensi dari separuh populasi global untuk dunia yang lebih damai, adil, sejahtera, serta bumi yang berkelanjutan.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar