Rabu, 05 Juni 2013

Soekarno dan Pendidikan Kebangsaan

Soekarno dan Pendidikan Kebangsaan
Siti Muyassarotul Hafidzoh ;   Peneliti pada Program Pasca Sarjana
Universitas Negeri Yogyakarta
SUARA KARYA, 04 Juni 2013
 
 

Tanggal 6 Juni adalah Hari Lahir Soekarno, proklamator Kemerdekaan RI. Soekarno lahir dari keluarga bangsawan, tetapi justru sangat dekat dengan rakyat kecil. Ini tak lepas dari seorang perempuan bernama Sarinah, pengasuhnya saat kecil, yang setiap pagi memberikan sarapan ilmu tentang kehidupan orang kecil kepadanya. Sejak muda Soekarno memang sangat lantang dan membenci segala bentuk penjajahan di Indonesia. Dia berusaha sekuat tenaga dengan segala keterbatasannya, selalu melakukan upaya-upaya perlawanan untuk mencapai kemerdekaan bangsa dengan berbagai cara.

Soekarno muda ketika menjadi mahasiswa di Sekolah Teknik Bandung (sekarang ITB) membentuk Partai Nasional Indonesia (PNI). Pada Kongres PNI pertama, Soekarno terpilih sebagai Ketua PNI. Kegiatan politik Soekarno muda tidak disukai Belanda sehingga ia sering dipenjarakan. Meskipun demikian, Soekarno tidak patah semangat untuk berjuang memerdekakan Indonesia.

Pada zaman pendudukan Jepang, Soekarno diminta Jepang mengobarkan semangat bangsa Indonesia agar bersedia membantu melawan Sekutu. Untuk itu, Soekarno bersama dengan Drs Moh Hatta. KH Mas Mansyur, dan Ki Hajar Dewantara (Empat Serangkai) ditunjuk sebagai pemimpin organisasi Putera (Pusat Tenaga Rakyat). Namun, oleh tokoh Empat Serangkai, Putera justru dimanfaatkan untuk menggembleng watak bangsa Indonesia agar lebih cinta dan rela berkorban untuk tanah airnya.

Menjelang kemerdekaan Indonesia, Soekarno berjuang di dalam organisasi BPUPKI dan PPKI. Soekarno

menyumbangkan pemikirannya dalam pembentukan dasar negara Indonesia merdeka yang disebutnya dengan Pancasila pada lembaga BPUPKI. Soekarno juga dipercaya menjadi Ketua PPKI, panitia khusus yang dipersiapkan kemerdekaan Indonesia. Puncaknya, Soekarno bersama Hatta pada 17 Agustus 1945 mengumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia atas nama seluruh bangsa Indonesia.

Meskipun bangsa Indonesia telah merdeka, perjuangan Soekarno tidak berhenti begitu saja. Pada sidang PPKI, 18 Agustus 1945, Soekarno terpilih dan dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia yang pertama. Walaupun pada dekade 1950-an, Hatta hengkang dari Dwitunggal, Soekarno tetap memimpin negara dan bangsa Indonesia sampai akhirnya jatuh tahun 1966. Dan, pada 21 Juni 1970 meninggal dunia di dalam tahanannya, Wisma Yaso, dengan status sebagai tahanan rumah sekaligus tahanan politik.

Tokoh Teladan

Membaca jejak hidup Soekarno sangat tepat dijadikan sebagai refleksi dan inspirasi dalam menegakkan kembali pendidikan kebangsaan. Pendidikan kebangsaan merupakan program pendidikan sebagai wadah pembelajaran dengan metode dan pendekatan yang khusus dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam berdemokrasi, berbangsa dan bernegara. Dalam konteks ini, Soekarno merupakan prototipe tokoh teladan bangsa dalam pendidikan kebangsaan.

Pemerintah sebenarnya sudah mendisain pendidikan kebangsaan ini. Kemendikbud dan Kemendagri menandatangani nota kesepahaman bersama tentang penyelenggaraan pendidikan kebangsaan pada 7 Maret 2011. Hal ini sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, yang menyebutkan perlunya pengembangan pusat pendidikan politik dan kebangsaan. Termasuk, di dalamnya pendidikan politik dan pendidikan pemilih, partisipasi politik rakyat, dan pusat pendidikan kebangsaan.

Muhammad Nuh (2011) mengatakan, lembaga pendidikan berupa perguruan tinggi merupakan institusi yang independen, karena tidak didirikan untuk kepentingan partai politik tertentu, atau kepentingan pemerintah, melainkan untuk kepentingan bangsa, sehingga sangat tepat dijadikan sebagai tempat pendidikan kebangsaan. Sumber daya manusia (SDM) di universitas luar biasa, terus mengalir. Kemudian, dalam melakukan kajian, universitas menggunakan prinsip benar dan utuh, serta mampu melihat ke depan, untuk jangka panjang.

Pendidikan kebangsaan ini penting karena dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, selalu ada dinamika sosial dan politik yang berkembang mewarnai proses demokratisasi di Indonesia. Pendidikan kebangsaan dapat memberikan kontribusi dan menghasilkan sesuatu yang strategis untuk mengatasi permasalahan bangsa ke depan.

Secara histori-empirik, menurut Ki Supriyoko (1995), pendidikan kebangsaan Indonesia tumbuh dan berkembang melalui dua jalur sekaligus; masing-masing jalur pendidikan alam (natural education) dan pendidikan yang direncanakan (systematic education). Jalur yang pertama secara linear ditarik dari abad ke-14 pada zaman Majapahit dan abad ke-7 pada zaman Sriwijaya. Sementara jalur yang kedua ditarik dari titik awal sejarah Indonesia modern yang ditandai dengan lahirnya BO (Boedi Oetomo) tahun 1908.

Sampai sekarang ini, dua jalur ini masih berjalan secara efektif. Pendidikan kebangsaan itu sendiri pada hakikatnya merupakan satu proses yang tak pernah berhenti (never ending process), sehingga bentuknya senantiasa sangat bergantung pada perkembangan alam dan zaman. Kalau pada era prakemerdekaan, pendidikan kebangsaan Indonesia lebih termanifestasi dalam semangat persatuan dan kesatuan untuk melawan penjajah, maka pada era pascakemerdekaan ini lebih termanifestasi dalam semangat persatuan dan kesatuan untuk mensukseskan pembangunan.

Semangat perjuangan Soekarno menjadi catatan krusial bagi bangsa Indonesia untuk menegakkan pendidikan kebangsaan, agar semakin menancap kuat akar kebangsaannya. Aktualisasi pemikiran dan gerak langkah Soekarno menjadikan pendidikan kebangsaan semakin kaya dan relevan dalam menjawab problematika politik dan demokrasi di Indonesia.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar