Senin, 03 Juni 2013

Menata Organisasi NU dan Perkuat Ideologi

Menata Organisasi NU dan Perkuat Ideologi
Akh. Muzakki ;  Ketua PW Lembaga Pendidikan Maarif NU Jatim (2012-2013)
JAWA POS, 03 Juni 2013




KALAU ingin tahu banyak tentang seseorang, Prof Mukti Ali (1989: 49) memberikan resep begini: cermati gagasan-gagasannya dan baca biografinya. Caranya:pertama, baca pemikirannya dalam karangan, pernyataan, dan pekerjaannya. Kedua, pelajari biografinya yang telah menjadi latar pemikirannya.

Tip akademik di atas bisa digunakan untuk membaca pergerakan sebuah organisasi. Termasuk pergerakan ormas besar NU Jatim yang kemarin merampungkan perhelatan akbar sejak Jumat (31/5) berupa konferwil PW NU di Pesantren Bumi Sholawat, Lebo, Sidoarjo.

Rancangan program lima tahun ke depan bisa menjadi salah satu sumber gagasan yang bisa dianalisis. Juga pandangan-pandangan pengurus cabang se-Jatim. Itu semua dilengkapi dengan analisis konteks sosiologis untuk menjadi "biografi".

Nah, saya merekam kesadaran kuat atas sejumlah agenda penting dengan cara simpel. Pertama, kesadaran itu diutarakan secara berulang-ulang. Kedua, yang melakukan bukan hanya satu pihak, melainkan berbagai pihak, baik dalam sidang pleno maupun komisi. Saya menyarikannya ke dalam dua poin besar, yakni penataan ulang organisasi dan peneguhan ideologi yang saling terkait.

Konferwil kali ini menjadi saksi atas besarnya perhatian dan kuatnya kesadaran terhadap mendesaknya penataan ulang organisasi melalui manajemen modern. Ini dibutuhkan untuk menjamin agar tata kerja dan tata kelola organisasi bisa rapi dan maksimal. Prinsip akuntabilitas, reliabilitas, transparansi, efisiensi, dan keberlanjutan bisa diimplementasikan untuk menjamin terwujudnya tata kelola yang baik dan bersih di berbagai bidang. Tidak hanya administrasi kelembagaan dan keuangan, tapi juga aset hingga SDM.

Pemberlakuan zoning dari basis karesidenan ke empat wilayah koordinasi merupakan ikhtiar pembaruan tata kelola organisasi. Ini dianggap akan memperkuat roda, dan meningkatkan kualitas kerja organisasi mengingat luasnya wilayah Jatim, serta beragamnya situasi lokalitas di setiap cabang.

Pendataan kembali keanggotaan serta penguatan layanan administratif melalui pengadaan kartu tanda anggota NU (Kartanu) model baru serta Koperasi Mabadikudianggap langkah teknis yang terukur. Lahirnya berbagai standard operating procedure (SOP) merupakan tuntutan agar tata kelola administrasi organisasi bisa mendukung pergerakan dinamis internal PW NU beserta lembaga dan badan otonomnya. Termasuk meningkatkan hubungan konstruktif antara PW NU dan 44 PC NU se-Jatim.

Sertifikasi atas berbagai aset juga disepakati sebagai manajemen aset yang baik. Objeknya, mulai sekolah/madrasah, masjid hingga barang wakaf. Peningkatan kualitas manajemen SDM juga merupakan skema pengayaan penting lewat pendidikan, kesehatan, partisipasi politik, kesejahteraan sosial hingga sistem pengaderan yang baik.

Tantangan global dan nasional menjadi konteks sosiologis dari pentingnya manajemen model baru di atas. Begitu pula derasnya arus globalisasi yang memungkinkan terjadinya pertukaran dan mutasi produk, mulai ekonomi, pendidikan, kesehatan, hingga tenaga kerja. Mobilisasi vertikal nahdliyin serta kesiapan organisasi NU untuk meresponsnya menjadi latar belakang lainnya.

Atas pengaruh globalisasi pula, pertukaran dan mutasi produk menyeruak di bidang budaya. Munculnya berbagai paham keagamaan transnasional semakin memperbesar tantangan. Paham-paham seperti ini sangat sensitif-emosional secara ideologis, dan selalu dekat dengan agenda takfir (pengkafiran atas yang lain).

Penguatan ideologi Aswaja NU akhirnya disepakati untuk dilakukan. Itu penting untuk menjamin Islam yang moderat (tawassuth), seimbang (tawazun), dan ramah-toleran (tasamuh) di negeri ini. Hubungan antara Islam dan negara serta struktur masyarakat di negeri ini dianggap sudah sangat baik dan mapan. Karena itu, ideologi yang mengancam kepentingan tatanan ini dianggap mendesak untuk direspons melalui program yang terukur-efektif, seperti pendidikan dan dakwah, serta peningkatan kesejahteraan.

Sebagai pengingat, pada 2004, antropolog ahli Indonesia dari The Australian National University (ANU), Prof James Fox, mengatakan, dari perspektif gerakan pemikiran, sudah sangat tidak pas disebut bahwa NU adalah kelompok Islam tradisionalis. Menurutnya, justru pergerakan pemikiran Islam NU menunjukkan kuatnya cara berpikir Islam modernis.

Apresiasi itu perlu diwujudkan dalam perhatian besar terhadap penataan ulang organisasi dan penguatan ideologi pada konferwil yang dibarengkan dengan peringatan Harlah Ke-90 NU di atas. Ini langkah strategis PW NU Jatim untuk mengantarkan NU memasuki era baru kebangkitan di masa transisi menuju "kehidupan" untuk 100 tahun kedua kelak,***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar