Minggu, 02 Juni 2013

Industri dan Hak Asasi Manusia
Navi Pillay ;  Komisioner Tinggi PBB untuk Urusan Hak Asasi Manusia (UNHCHR)
REPUBLIKA, 27 Mei 2013
 
 
 

Pekan lalu, ribuan pelayat berkumpul di reruntuhan kompleks pabrik Rana Plaza di Bangladesh untuk berdoa bagi 1.127 orang yang meninggal ketika pabrik tersebut runtuh pada tanggal 24 April. Mengenang akan para korban tragedi mengerikan yang terjadi di tengah serangkaian tindakan dan reformasi yang diumumkan oleh pemerintah Bangladesh, pemilik pabrik lokal, dan beberapa perusahaan pakaian internasional yang produknya sedang dijahit oleh banyak tenaga kerja perempuan yang berdesakan di lima pabrik di dalam bangunan Plaza Rana.
Sejauh ini, para reformator mengumumkan antara lain penutupan beberapa pabrik-pabrik lain secara sukarela yang diyakini tidak aman; pencabutan aturan pembatasan untuk membentuk serikat-serikat buruh di sebagian besar industri, pembentukan mekanisme baru untuk menjamin upah minimum yang layak bagi para pekerja industri garmen; dan keputusan untuk menandatangani kesepakatan yang mengikat untuk memperbaiki seluruh kondisi peralatan keselamatan kebakaran.
Juga, penandatanganan kesepakatan keselamatan gedung tempat kerja pemborong garmen Bangladesh oleh sejumlah nama besar industri mode internasional dan industri pakaian internasional. Tujuannya, untuk memperbaiki kondisi keselamatan kebakaran dan gedung di tempat-tempat kerja kontraktor garmen Bangladesh.
Semua reformasi di atas memperlihatkan kesadaran yang datang terlambat, baik lokal maupun internasional. Bencana tersebut sesungguhnya saat itu dapat dicegah. Aturan-aturan mengenai bangunan dan keselamatan tempat kerja--seluruh sistem aturan perlindungan telah secara rutin dilanggar oleh sektor garmen Bangladesh, meskipun publik sudah tahu dan publik sudah memperdebatkannya.
Ada banyak peringatan sebelumnya sehubungan dengan keselamatan pekerja di industri garmen Bangladesh, secara keseluruhan sudah lebih dari 120 nyawa melayang dalam kebakaran di pabrik lainnya dalam enam bulan terakhir. Dalam hubungannya dengan hak-hak sipil dan politik, semua manusia, tidak peduli dimana pun mereka berada, memiliki hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya.
Hak-hak ini diakui dan dilindungi oleh instrumen HAM internasional, dan termasuk hak untuk hidup dengan standar hidup yang mendukung kehidupan bermartabat, dan berbagai hak-hak pekerja, termasuk hak untuk memperoleh upah yang layak, kondisi kerja yang aman dan sehat, hak untuk berserikat dan membentuk serikat buruh, dan hak untuk mogok. Langkah-langkah yang diambil sejauh ini dapat mendorong dan menjadi titik balik bagi perlindungan para pekerja garmen Bangladesh. 
Tetapi, langkah-langkah tersebut haruslah dilihat sebagai awal, bukan sebagai hasil akhir. Tindakan cepat sangat diperlukan untuk memberdayakan serikat buruh dan mem perbaiki sektor garmen dengan cara memperbaiki kualitas pabrik dan melakukan pendekatan yang lebih ketat juga kebal terhadap korupsi dalam rangka pengawasan dan pengelolaan. 
Jika perubahan tersebut berubah menjadi upaya-upaya yang tidak mendasar yang hanya untuk menenangkan kemarahan publik, di mana upaya tersebut bertujuan untuk mengulur waktu sampai dampak bencana menghilang dan pendekatan yang tidak memenuhi standar terus dilanjutkan, maka pasti akan lebih banyak bencana terjadi di kemudian hari.
Dalam batas waktu pada tanggal 15 Mei tengah malam, 37 perusahaan internasional, yang mayoritas dari mereka berbasis di Eropa dan yang menggunakan lebih dari 1.000 pabrik garmen Bangladesh, telah menandatangani Accord on Fire and Building Safety/Perjanjian Keselamatan Kebakaran dan Keselamatan Gedung di Bangladesh. Ini adalah kesepakatan penting dan belum pernah terjadi sebelumnya, yang mencakup tata kelola yang baik dan elemen akuntabilitas yang artinya kesepakatan dapat ditegakkan secara hukum di negara-negara di mana perusahaan-perusahaan internasional berkedudukan. 
Kesepakatan ini juga dilengkapi dengan aturan inspeksi dan mekanisme pengawasan lainnya, termasuk tindakan perbaikan yang telah diatur agar pabrik patuh terhadap standar keselamatan bangunan, keselamatan kebakaran dan listrik, keselamatan pelatihan kebakaran, komite kesehatan dan keselamatan yang terdiri dari perwakilan serikat pekerja, dan pelaporan publik.
Beberapa pengecer besar, terutama di Amerika Serikat, telah memilih untuk tidak menandatangani perjanjian/accord tersebut, tetapi telah berjanji untuk melakukan pengawasan terhadap pabrik mereka sendiri. Perhatian akan diarahkan kepada mereka untuk memastikan bahwa mereka melaksanakan janjinya dengan cara yang kredibel.
Isu-isu ini tidak semata-mata terkait dengan Bangladesh--sebagaimana kami diingatkan pada pekan yang lalu baru-baru ini ketika atap sebuah pabrik sepatu di Kamboja runtuh, menewaskan tiga pekerja. Isu-isu ini tidak hanya terjadi pada industri garmen saja. Dua tahun lalu, PBB menyepakati serangkaian Prinsip Panduan Bisnis dan Hak Asasi Manusia yang memberikan kerangka yang jelas untuk apa yang perlu dilakukan oleh perusahaan-perusahaan dan pemerintah dimana-mana: pemerintah harus mengambil langkah yang tepat untuk mencegah, menyidik, menghukum, dan ganti rugi penyalahgunaan hak-hak pekerja melalui kebijakan yang efektif, undang-undang, peraturan dan peradilan. 
Perusahaan-perusahaan harus melakukan audit HAM untuk mencegah dan menangani pelanggaran hak asasi manusia. Korban pelanggaran HAM harus memiliki akses ke pemulihan yang efektif. Para pelaku harus diadili, dan proses pengawasan serta pengelolaan harus terbebas dari kepentingan-kepentingan orang tertentu. 
Apa yang terjadi di Bangladesh kini telah mengejutkan dunia dan mengatakan sudah cukup hal demikian terjadi. Cara terbaik untuk menghormati para korban Rana Plaza adalah memastikan tragedi seperti ini tidak terjadi lagi dalam industri mana pun.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar