Selasa, 04 Juni 2013

Evaluasi Ketahanan Pangan

Evaluasi Ketahanan Pangan
Pande Radja Silalahi ;   Ekonom CSIS
SUARA KARYA, 03 Juni 2013



Sampai saat ini, lebih dari 50 persen pengeluaran masyarakat Indonesia diperuntukkan bagi belanja makanan. Porsi terbesar adalah untuk padi-padian yang berada di sekitar, sedikit di bawah 10 persen dari seluruh pengeluaran. Berdasarkan hal itu, mudah dipahami bahwa gejolak harga bahan makanan masih sangat memengaruhi tingkat kesejahteraan dan ketenangan masyarakat Indonesia.

Kenaikan harga bahan makanan yang tidak terkendali belakangan ini tampaknya mengharuskan semua pihak terkait untuk melakukan evaluasi perihal "ketahanan pangan". Ke arah mana ketahanan pangan akan dibawa perlu dirumuskan dengan jelas. Pemahaman yang sama akan hal tersebut pada seluruh kementerian merupakan suatu prasyarat sebelum suatu tindakan diimplementasikan.

Seiring dengan hal itu, tampaknya penciptaan built in control melalui pelibatan berbagai kementerian yang menuntut dilaksanakannya koordinasi sudah saatnya dipreteli dengan cara memberi mono-otoritas secara terbuka kepada kementerian tertentu. Apabila penanggung jawab di kementerian yang bersangkutan ternyata tidak mampu melaksanakan tugasnya dengan baik, maka mereka harus digeser dari tanggung jawab itu.


Menciptakan ketahanan pangan adalah suatu pekerjaan mulia yang perlu dilakukan di Indonesia. Namun, perlu dihayati bahwa pekerjaan itu akan membuahkan hasil yang diinginkan manakala pada tingkat pertama diketahui dan dipahami perilaku dari para produsen pangan, para unit usaha yang terlibat mulai dari kegiatan produksi sampai dengan pemasaran ke konsumen. Dengan memahami hal itu, maka akan dapat ditentukan pendekatan-pendekatan yang dibutuhkan, misalnya untuk meningkatkan produksi dan atau meningkatkan nilai tambah.

Kenaikan harga bawang lebih dari 200 persen dari harga normal, belum lama ini, telah berakibat terjadinya kesulitan bagi masyarakat untuk menyesuaikan anggaran (bujet) keluarganya. Di tengah kesulitan itu, mereka akan dengan mudah mengumpat pemerintah atau aparatnya yang tidak melakukan tugas dengan seharusnya.
Pernyataan-pernyataan membela petani, kaum miskin, dan mereka yang tertinggal dengan mudah diucapkan oleh para pejabat di negeri ini. Tetapi, bagaimana rencana harus dilakukan, tindakan harus diterapkan, serta kapan bertindak agar rencana dapat direalisasi dengan baik, masih jauh dari harapan.

Dari kenaikan harga daging sapi yang terjadi beberapa bulan belakangan ini sangat jelas bahwa kementerian terkait tidak memahami secara menyeluruh perilaku dan penyebaran peternak sapi di Indonesia sehingga akibatnya menjadi fatal.

Di berbagai negara, kesalahan seperti itu sudah lumrah ditebus dengan pengunduran diri dari menteri yang bertanggung jawab. Tetapi, di Indonesia lain. Walaupun secara terbuka Presiden RI menyatakan kritikannya, tetapi menteri yang bersangkutan seperti merasa tidak terjadi sesuatu seperti sikap yang ditunjukkan oleh para bawahannya.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar