Rabu, 05 Juni 2013

Atasi Pat Gulipat Cukai Rokok

Atasi Pat Gulipat Cukai Rokok
Agus Pambagio ;   Pemerhati Kebijakan Publik dan Perlindungan Konsumen
DETIKNEWS, 04 Juni 2013
 


Cukai menurut UU No 39 tahun 2007 merupakan pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam undang-undang ini. Berdasarkan Pasal 5 Ayat (1) UU No 39 tahun 2007 tentang cukai: Barang kena cukai berupa hasil tembakau dikenai cukai berdasarkan tarif paling tinggi. Artinya andalan pemerintah Republik Indonesia di sektor cukai adalah dari dari industri rokok atau produk tembakau.

Dari sektor hasil tembakau/rokok, mayoritas cukai di dapat dari 6 kelompok produsen rokok besar (The Big Six) yaitu Djarum, Gudang Garam, Sampoerna/ Philip Morris, Bentoel/BAT, Nojorono, Gelora Jaya/Wismilak ditambah puluhan perusahaan hasil tembakau kelas kecil hingga menengah lainnya yang terafiliasi pada mereka.

Untuk menghindari besarnya pembayaran cukai rokok ke Pemerintah, patut diduga perusahaan produk tembakau melakukan pat gulipat dengan cara mendiversifikasi produknya ke merek lain dengan membentuk perusahaan baru di mana pemiliknya masih ada hubungan afiliasi dengan the Big Six, misalnya, Philip Morris mendirikan PT Harapan Maju Sentosa, Djarum mendirikan PT Filasta, Gudang Garam mendirikan PT Karya Dibya Mahardika dll. Dengan cara ini perusahaan hasil tembakau untung tetapi Pemerintah buntung.

Untuk mengatasi dampak pat gulipat industri hasil tembakau, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 78 tahun 2013 tentang Penetapan Golongan Dan Tarif Cukai Hasil Tembakau Terhadap Pengusaha Pabrik Hasil Tembakau Yang Memiliki Hubungan Keterkaitan. PMK No. 78 tahun 2013 ini telah diputuskan akan mulai berlaku pada tanggal 12 Juni 2013 mendatang.

Latar Belakang Munculnya PMK No. 78/2013
Selain untuk mengatur agar tidak terjadi pat gulipat di sektor cukai oleh industri hasil tembakau atau rokok, PMK ini diterbitkan karena peraturan yang ada belum mengatur secara tegas translasi hubungan keterkaitan, kriteria hubungan keterkaitan yang mempertimbangkan azas keadilan, tata cara penetapan-penggolongan dan tarif cukai perusahaan yang memiliki hubungan keterkaitan serta penetapan hubungan keterkaitan melalui self declare.

Jika pemberlakuan PMK No. 78 tahun 2013 ini berjalan lancar, maka Negara akan mendapatkan tambahan penerimaan di APBN sekitar Rp 5 triliun per tahun. Tentu bukan jumlah yang sedikit, namun the Big Six patut diduga juga tidak akan tinggal diam untuk membatalkan berlakunya PMK No. 78 tahun 2013.

Sekedar informasi bahwa pada tahun 2012 pendapatan Negara dari sektor cukai sebesar Rp 95 triliun dan 95% (Rp 92 triliun) di dapat dari industri hasil tembakau. Di APBN tahun 2013, Pemerintah menetapkan total pendapatan dari sektor cukai turun menjadi hanya sebesar Rp 92 triliun.

Namun dalam APBN-P 2013 yang belum disetujui oleh DPR, pendapatan cukai di patok sebesar Rp 103 triliun. Pendapatan cukai Pemerintah dari sektor rokok belum optimal, salah satunya disebabkan oleh munculnya perusahaan hasil tembakau terafiliasi. Besarnya pembayaran cukai sebuah perusahaan hasil tembakau tergantung pada jumlah produksi batang rokok per tahunnya.

Semakin besar jumlah rokok yang diproduksinya maka semakin besar cukai yang harus dibayarkan. Untuk mengurangi pembayaran cukai di perusahaan induk, the Big Six mendirikan beberapa perusahaan kecil-menengah yang terafiliasi supaya bertambahnya jumlah batang rokok bisa disebar ke perusahaan terafiliasi. Sehingga pembayaran cukai ke Negara tidak bertambah.

Berbagai tanggapan dan komentar muncul, misalnya dari Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) dan APINDO. Munculnya berbagai komentar di berbagai media ini menunjukkan bahwa the Big Six berperan besar mempengaruhi publik agar Pemerintah tidak memberlakukan PMK No. 78 tahun 2013 pada awal Juni 2013 ini.

Salah satu pernyataan mereka terkait dengan penolakan pemberlakuan PMK No. 78 tahun 2013 adalah bahwa PMK ini akan membuat matinya industri rokok rakyat yang nota bene berskala kecil menengah. Tentunya pendapat mereka tidak benar karena PMK ini tidak berdampak pada perusahaan produk tembakau kecil menengah yang tidak terafiliasi dengan perusahaan/pemilik the Big Six. Munculnya PMK No. 78 tahun 2013 ini akan membuat persaingan produk tembakau kelas menengah kecil yang tidak terafiliasi dengan the Big Six menjadi semakin sehat.

Bagi publik, PMK No. 78 tahun 2013 ini sangat bagus dan tidak boleh dibatalkan. Selain menjamin akan ada peningkatan pendapatan Negara, PMK No. 78 tahun 2013 juga akan membuat persaingan sehat di tingkat produksi rokok kecil menengah karena kelompok ini bisa bersaing dengan kekuatan modal maupun SDM sendiri yang tidak di dukung oleh the Big Six.

Berlakukan PMK No. 78 tahun 2013

Dari pembahasan dengan berbagai pihak yang berwenang, PMK No. 78 tahun 2013 ini akan tetap di berlakukan sesuai dengan waktu yang telah di tetapkan, yaitu 12 Juni 2013. Dengan adanya PMK No. 78 tahun 2013 ini pendapatan Pemerintah, khususnya dari cukai rokok the Big Six, akan dapat di lipatgandakan secara optimal sesuai dengan jumlah batangan rokok yang di produksinya.

Secara positif munculnya PMK No. 78 tahun 2013 ini diharapkan dapat digunakan untuk menurunkan minat masyarakat membeli rokok yang harganya akan semakin mahal. Saatnya Negara berani menghadapi the Big Six dengan kepala tegak. Jangan ulangi tragedi PP No. 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar