Kamis, 10 Oktober 2013

Mahkamah Konstitusi dan Keadaan Darurat Korupsi di Indonesia

Mahkamah Konstitusi
dan Keadaan Darurat Korupsi di Indonesia
Taruna Ikrar  ;  Staf Akademik University of California, Amerika Serikat
dan Wakil Ketua Ikatan Ilmuwan Internasional
DETIKNEWS, 09 Oktober 2013





Sudah berbulan-bulan, media massa memberitakan tentang kasus korupsi. Dari pemberitaan itu, terlihat jelas sangat banyak elit dan pemimpin kita yang terlibat korupsi. Mulai elit di pusat pemerintahan nasional hingga daerah. Demikian pula melibatkan elit politik DPR RI, birokrat, dan pengusaha.

Berita yang sangat mengejutkan, bahkan Akil Mochtar (Ketua Mahkamah Konstitusi) tertangkap tangan melakukan korupsi. Suatu lembaga yang sangat terhormat dengan kekuasaan yang sangat besar, justru terbukti melakukan tindakan korupsi.

Sebagaimana diketahui, fungsi dan wewenang Mahkamah Konstitusi adalah: berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang keputusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945), memutus sengketa kewewenangan lembaga negara yang kewewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil Pemilihan Umum. Berkewajiban memberi keputusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden atau Wakil Presiden menurut UUD 1945.

Wewenang Mahkamah Konstitusi dalam: menguji undang-undang terhadap UUD 1945, memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara, berkewenangan-nya diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, memutus perselisihan tentang hasil pemilu, dan berbagai kekuasaan yang sangat urgen bagi kepentingan Nasional.

Dengan wewenangnya yang luar biasa, sudah seharusnya, Mahkamah Konstitusi bisa menjaga diri dari berbabagai kelemahan, terlebih lagi terhadap korupsi. Tetapi kenyataannya, Mahkamah Konstitusi terlarut kedalam pusaran masalah korupsi. Sehingga korupsi telah merajalela di semua sektor kehidupan, baik di yudikatif, eksekutif, dan legislatif. Sehingga tidak salah kalau dikatakan, bahwa Indonesia berada dalam kondisi, “Darurat Korupsi”.

Sudah menjadi rahasia umum, bahwa hampir semua lini kehidupan di Indonesia dewasa ini, harus diselesaikan dengan 'sogokan dan berbagai uang pelicin' lainnya. Mulai dari mengurus KTP (Kartu Tanda Penduduk) di Kelurahan, mengurus SIM (Surat Izin Mengemudi), KK (Kartu Keluarga), masuk sekolah, sampai urusan yang besar, seperti memenangkan tender suatu proyek, ataupun untuk promosi dan lain sebagainya. Semuanya membutuhkan sogokan dan uang pelicin.

Sehingga tidak salah kalau para investor yang mau menanamkan modalnya di Tanah Air harus melalui semua proses tadi. Akibatnya biaya investasi yang tertulis tidak sebanding dengan real cost (biaya nyata) yang harus dibayar, karena panjangnnya birokrasi dan semua tahap harus mengeluarkan uang. Akhirnya, membuat malas para investor untuk menanamkan modalnya di Tanah Air, dan berpindah ke negara tetangga seperti Malaysia misalnya kasus pendirian RIM, pabrik BlackBerry.

Untuk membasmi korupsi dan pungutan liar tersebut, sangat tidak mudah bahkan mustahil, karena kondisi ini telah berurat, berakar dan telah menjadi budaya. Padahal untuk kemajuan suatu bangsa di zaman modern, budaya korupsi dan pungutan liar menjadi penghabat yang sangat besar untuk kemajuan. Hampir semua negara maju di dunia dewasa ini, sangat rendah tingkat korupsi dan pungutan liarnya. Hal ini disebabkan oleh dua faktor utama yaitu: 1) Sistem yang transparan, 2) Pemimpin yang kuat dan disiplin serta antikorupsi.

Sebetulnya Indonesia, mempunyai potensi yang sangat besar untuk menjadi bangsa yang maju, sejahtera, aman, dan sentosa. Olehnya bangsa ini membutuhkan pemimpin yang kuat dan anti korupsi, artinya: pemimpin yang benar-benar berjuang untuk kemajuan dan kemakmuran bangsa Indonesia. Yang bertekad membumihanguskan korupsi dan pungli (pungutan liar) dengan cara memperbaiki sistem pemerintahan menjadi transparan, dan terkontrol, sehingga orang akan sulit melakukan korupsi karena dengan sistem yang transparan dan terkontrol maka orang yang korupsi akan langsung ketahuan.

Transparansi sistem keuangan negara, bisa dilihat pada negara maju, seperti contohnya Amerika Serikat, pengelolaan keungan dan sistem perpajakan, sangat transparan. Sehingga dalam mengawasi bukan saja tugas pemerintah, tetapi masyarakat secara keseluruhan. Semua pejabat publik, mulai tingkat terendah hingga presiden diawasi secara langsung oleh masyakat. 

Hal ini karena sistem transparansi keuangan dan perpajakan begitu modern. Semua transaksi keuangan, pembayaran pajak, sampai pemenangan tender serta distribusi pembangunan dan penggajian dilakukan secara online dan transparan. Sehingga terjadi kebocoran sekecil apapun, cepat terdeteksi, sehingga bisa dilakukan pencegahan. 

Demikian pula hukum ditegakkan secara maksimal tanpa pandang bulu dan strata sosial. Dengan kondisi tersebut, keungan Negara bisa diberdayakan sebesar-besarkan untuk kepentingan pembangunan nasional, sehingga Amerika Serikat, menjadi negara maju dan superpower seperti sekarang ini. 

Belajar dari kondisi tersebut, sudah saatnya Indonesia menerapkan system keuangan yang transparan. Untuk mencegah terjadinya kebocoran keuangan negara akibat korupsi.

Efek dari tidak adanya korupsi, akan menyebabkan keseimbangan dan pemerataan pembangunan. Sehingga akan terbuka lapangan pekerjaan yang mencukupi, sehingga setiap orang di Tanah Air akan mempunyai pekerjaan, yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteran seluruh masyarakat Indonesia. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar