Jumat, 27 Desember 2013

“Lingkaran Setan” Pengumuman CPNS

Lingkaran Setan Pengumuman CPNS
Apriyanto Nusa Mahasiswa Pascasarjana Umi Makassar,


 
Setelah sekian kali tertunda, akhirnya hasil seleksi penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) telah diumumkan secara resmi oleh panitia seleksi nasional (Panselnas) yang ada di kementerian dan pendayagunaan aparatur Negara (KemenPan) (24/12/2013). Dengan telah diumumkannya hasil seleksi CPNS ini, maka Kecemasan dan rasa was-was yang selama ini menghantui pikiran dan bathin pelamar selama sebulan lebih telah terjawab sudah. Dan perasaan sedih serta gembira dapat dipastikan menjadi balutan tersendiri dalam diri setiap pelamar yang melihat pengumuman tersebut. Sedih karena diumumkan tidak lulus, serta gembira karena dinyatakan lulus.

Bagi yang dinyatakan lulus pun jangan terlalu jumawa dan berbesar hati, karena proses pengumuman hasil akhir bagi yang dinyatakan lulus sebagai PNS diserahkan ke Badan Kepegawaian yang ada di masing-masing daerah. Hasil yang diumumkan oleh panitia seleksi nasional sebelumnya hanya mengumumkan kelulusan yang telah memenuhi passing grade (standar kelulusan) yang telah ditetapkan oleh panitia nasional yang ada di kementerian dan pendayagunaan aparatur Negara (Kemenpan).

Polemik Kelulusan
Menurut hemat penulis, Format pengumuman kelulusan seperti ini kembali akan menjadi polemik dan menimbulkan potensi akan terjadinya manipulasi dalam pengumuman hasil akhir nanti. Dan bahkan kemungkinan besar akan terjadi “transaksi haram” antara pelamar dengan oknum pegawai/pejabat yang ada di daerah. Apalagi melihat hasil yang diumumkan oleh panitia seleksi nasional hanya mencantumkan nilai total atau skor tesnya saja yang memenuhi standar kelulusan (Passing Grade), tidak disebutkan, dengan skor yang diraih itu, peserta tersebut berada di rangking berapa.

Hal ini jelas memberikan celah bagi terjadinya manipulasi, apalagi penetapan kelulusan di tentukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK). Jika di pusat, PPK-nya adalah Menteri/kepala lembaga, sedangkan di daerah, PPK-nya adalah Gubernur, bupati/walikota. Sekalipun PPK yang ada di pusat sudah mengumumkan seseorang lulus berdasarkan passing grade, tetap belum dipastikan yang bersangkutan lulus menjadi CPNS. Hasil akhir yang mengumumkan seseorang lulus CPNS atau tidak, harus berdasarkan penetapan PPK yang ada di daerah masing-masing.

Jika ternyata, hasil kelulusan CPNS yang diumumkan oleh Panitia Seleksi Nasional (Panselnas) berdasarkan penetapan Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) yang ada di pusat, tidak mencantumkan rangking, bagaimana bisa muncul transparansi dalam menentukan seseorang lulus menjadi CPNS? Misalnya, setiap formasi hanya ada 5 orang yang akan diterima, bisa saja pengumuman Pemda langsung dipaparkan 5 nama yang lolos. Dan publik tidak tahu, apa benar 5 nama yang lolos itu adalah 5 terbaik, berdasarkan rangking 1 hingga rangking 5. Lebih-lebih lagi Pemda dalam mengumumkan yang lolos hanya nama peserta yang dicantumkan, tanpa disertai dengan nilai kelulusan (passing grade). Tentu hal ini lebih menimbulkan pertanyaan lagi dari peserta lain yang ditetapkan lulus oleh PPK pusat, apakah misalnya, 5 nama yang dicantumkan Pemda tersebut nilainya memang lebih tinggi dari peserta lainnya atau tidak?

Tentunya yang hanya mengetahui ini adalah Pemda sendiri. Hal ini yang terjadi di Makassar, dimana pengumuman dari Pemda hanya langsung mencantumkan nama-nama yang lolos saja, tanpa disertai dengan nilai kelulusan (Passing Grade) yang telah ditetapkan oleh PPK pusat. Maka kalau model pengumuman seperti ini yang terjadi, dapat dipastikan kontrol dari publik akan sulit dilakukan. Serta hanya akan menumbuhkan ketidakpercayaan publik akan hasil yang telah di umumkan oleh Pemda itu sendiri.

Sebaiknya Apa ?
Untuk meminimalisir ketidak percayaan publik atas pengumuman akhir yang diserahkan ke masing-masing daerah tersebut, seharusnya setiap badan kepegawaian daerah (BKD) yang ada di masing-masing wilayah, dalam mengumumkan hasilnya harus merangking keseluruhan peserta yang memuhi standar penilaian (passing grade ) lengkap dengan bobot nilainya, kemudian memberikan catatan bahwa yang lulus/diterima hanya sesuai dengan jumlah dari setiap formasi yang telah ditentukan sebelumnya. Misalnya, yang dinyatakan memenuhi standar penilaian oleh PPK pusat ada 15 orang, maka 15 orang itu harus di umumkan sesuai perangkingan dari bobot nilai yang tertinggi sampai yang terendah. Jikalau dalam formasi itu yang diterima hanya 4 orang, maka Pemda dalam pengumuman tersebut, dapat memberikan catatan bahwa yang lulus/ diterima hanyalah rangking 1 sampai 4, dan rangking 5 sampai rangking 15 dinyatakan tidak lulus. Sehingga dengan model seperti ini, peserta lain bisa mengetahui bahwa tidak lulusnya peserta tersebut dikarenakan masih adanya peserta lain memiliki nilai yang tertinggi.

Proses penundaan pengumuman ini juga, akan sulit meredam ketidakpercayaan publik atas hasil yang akan diumumkan nanti. Mungkin akan banyak spekulasi miring bahwa pengumuman tersebut tidak lagi berjalan obyektif seperti yang di idam-idamkan selama ini. Spekulasi seperti ini tidak bisa dielakkan, karena memang Pemda sendiri yang telah membuka ruang itu sehingga memunculkan berbagai macam tanggapan dari proses pengumuman itu sendiri.

Lulus atau tidak, memang merupakan persoalan rezki bagi seseorang. Karena semua ini tak ubahnya seperti sebuah kompetisi, ada yang menang ada juga yang kalah. Begitu juga dalam perektutan CPNS, ada yang dinyatakan lulus ada pula yang tidak. tapi juga jangan menggunakan “power” kekuasaan, kedekatan keluarga atau materi untuk meluluskan seseorang yang semestinya tidak lulus, kemudian berdalih bahwa ini persoalan rizki atau tidak. Karena itu, sama halnya dengan mengambil hak orang lain, yang tentunya setiap nilai-nilai agama melarangnya.

Inilah yang menjadi dilema bagi setiap pelamar dan tantangan tersendiri juga bagi pegawai/pejabat yang memiliki otoritas kuat di daerah. Apakah dalam mengumumkan hasil akhir nanti akan berjalan dengan obyektif dan jujur, atau kemudian akan ada pengaruh kuat dari oknum yang memiliki jabatan atau kekuasaan tertinggi di masing-masing daerah. Semua ini hanya timbul dari tingkat kesadaran masing-masing pihak.

Nilai Kejujuran pasti akan dipertaruhkan dalam menentukan seseorang layak lolos sebagai CPNS atau tidak. Problem seperti ini akan terus ada jika masing-masing pihak tidak melakukan introspeksi diri. jika ini tidak dilakukan, maka dapat dipastikan perekrutan CPNS kali ini masih berada dalam “lingkaran setan” dan menjadi hiasan kenangan yang menyakitkan bagi pelamar yang dinyatakan tidak lulus.***






Tidak ada komentar:

Posting Komentar